News  

IMAPA Jakarta Desak Pencabutan SK Mendagri 050-145/2022: Empat Pulau Adalah Wilayah Aceh

Foto/ Ist

Jakarta — Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh (IMAPA) Jakarta menyatakan sikap tegas atas keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia yang tertuang dalam SK No. 050-145/2022, yang menetapkan empat pulau, Panjang, Lipan, Mangkir Besar, dan Mangkir Kecil, sebagai wilayah administratif Sumatera Utara. IMAPA menilai keputusan ini sarat kekeliruan teknis, mengabaikan fakta historis dan sosial masyarakat Aceh, serta melecehkan martabat otonomi daerah yang telah dijamin oleh Undang-Undang Pemerintahan Aceh.

Sejak lama, keempat pulau tersebut digunakan oleh masyarakat Aceh Singkil sebagai bagian dari ruang hidup, wilayah tangkapan nelayan, dan titik strategis dalam pengelolaan wilayah pesisir. Fakta ini dibuktikan melalui eksistensi musala, makam tua, serta pembangunan fasilitas publik oleh Pemerintah Aceh di Pulau Panjang. Penetapan sepihak oleh Kemendagri tanpa melibatkan partisipasi substantif Pemerintah Aceh merupakan bentuk pengingkaran terhadap prinsip partisipatif dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Selain itu, terdapat inkonsistensi data dan dugaan kekeliruan koordinat dalam verifikasi yang dilakukan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi pada 2008. Penetapan wilayah administratif yang bersifat strategis semestinya didasarkan pada pendekatan geospasial yang transparan, akuntabel, dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Dalam hal ini, keputusan yang tidak memperhatikan batas adat dan fakta sosial hanya akan memperbesar potensi konflik horizontal di antara masyarakat nelayan Aceh dan Sumatera Utara.

IMAPA Jakarta juga menyoroti lemahnya peran Kemendagri dalam membangun komunikasi multilateral yang sehat antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Sumatera Utara. Hingga saat ini, tidak ada ruang mediasi yang cukup inklusif untuk mendengarkan suara masyarakat Aceh yang terdampak langsung oleh keputusan tersebut. Padahal, sebagai lembaga tinggi negara, Mendagri memiliki kewajiban untuk memastikan keadilan administratif yang menghormati sejarah dan identitas lokal.

Sebagai anak muda Aceh di perantauan, kami menilai sikap diam pemerintah pusat terhadap protes masyarakat Aceh sebagai bentuk pengabaian terhadap semangat rekonsiliasi dan penghormatan terhadap kekhususan Aceh pascakonflik. Otonomi Aceh bukan sekadar simbol, tetapi bagian dari arsitektur politik Indonesia pascareformasi yang harus dihormati dan dijaga bersama. Keputusan yang semena-mena seperti ini justru mengancam keutuhan NKRI itu sendiri.

“Empat pulau ini bukan sekadar gugusan tanah, melainkan bagian dari harga diri Aceh. Kami tidak akan tinggal diam melihat wilayah kami diambil secara sepihak. Jika pemerintah pusat tidak mencabut SK ini, maka IMAPA Jakarta siap memobilisasi gerakan nasional pemuda Aceh sebagai bentuk perlawanan konstitusional,” ujar Sulthan Fansuri Selian, Ketua Umum IMAPA Jakarta, Minggu, 15 Juni 2025

IMAPA Jakarta menegaskan bahwa empat pulau tersebut adalah bagian sah dari wilayah Aceh berdasarkan sejarah, praktik sosial masyarakat, dan pengelolaan administratif bertahun-tahun. Oleh karena itu, pencabutan SK Mendagri bukanlah bentuk kompromi, tetapi keharusan yang tidak dapat ditawar. Menggugat SK ke jalur hukum justru akan memperpanjang persoalan yang hakikatnya telah selesai secara moral, adat, dan fakta lapangan. Pemerintah pusat hanya perlu mengakui dan mengoreksi kekeliruannya—bukan menunda keadilan melalui sengketa berkepanjangan.

Penulis : Agam Fauzan