Lhoksukon –Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-35 tingkat Kabupaten Aceh Utara menyisakan kontroversi. Sejumlah peserta yang meraih juara pertama dari berbagai cabang lomba dilaporkan tidak diberangkatkan ke ajang MTQ tingkat Provinsi Aceh. Keputusan ini memicu tanda tanya dan gelombang protes dari peserta serta para pembina kafilah.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa para juara 1 dari cabang-cabang seperti Syarhil Qur’an Putra, Fahmil Qur’an Putri, Tilawah Kanak-kanak Putri, Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an (KTIQ) Putra, dan beberapa cabang lainnya, tidak seluruhnya diloloskan untuk mewakili Aceh Utara. Sebaliknya, muncul nama-nama baru yang sebelumnya tidak masuk daftar juara satu, namun diumumkan sebagai peserta resmi untuk tingkat provinsi.
“Kami mempertanyakan dasar seleksi ini. Anak kami juara satu, tapi malah tidak dibawa ke provinsi. Ini sangat mengecewakan dan tidak mencerminkan nilai keadilan,” ujar salah satu orang tua peserta yang enggan disebut namanya, Selasa (1/7/2025).
Beberapa pihak menduga keputusan tersebut tidak sepenuhnya didasarkan pada penilaian objektif, melainkan terdapat intervensi dan permainan di balik proses seleksi.
“Perombakan lumrah terjadi pada cabang lomba beregu seperti Syarhil dan Fahmil Qur’an. Misalnya, pensyarah diambil dari juara satu, sementara qari dan saritilawah bisa berasal dari juara dua atau tiga—atau sebaliknya. Yang diutamakan adalah membentuk regu yang solid dan berpotensi meraih juara. Namun, kali ini, untuk kategori Syarhil Qur’an Putra, tidak satu pun dari juara satu yang terpilih. Hal serupa juga terjadi pada Fahmil Qur’an Putri, kalau tidak salah hanya satu orang yang lulus dari juara pertama,” ujar seorang pelatih kafilah dari wilayah timur Aceh Utara.
Menurutnya, mekanisme seperti ini sah-sah saja dan memang lazim dilakukan untuk meracik komposisi tim terbaik. Namun, kali ini dinilai terlalu jauh dari kelaziman. “Jika dalam satu regu tidak ada satu pun wakil dari juara satu, ini tentunya menjadi pertanyaan, ada apa?” timpalnya.
Kepala Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Utara, Hadaini, S.Sos, saat dikonfirmasi, membantah adanya praktik tidak fair dalam proses seleksi. Ia menegaskan bahwa pemilihan peserta untuk tingkat provinsi dilakukan secara profesional melalui evaluasi lanjutan pasca MTQ kabupaten. Menurutnya, status juara satu bukan jaminan mutlak untuk lolos ke provinsi karena ada tahapan seleksi teknis lanjutan, termasuk uji kemampuan dan kesiapan mental.
“Waktu technical meeting, saya sudah sampaikan bahwa belum tentu juara satu yang akan diberangkatkan. Kenapa? Pertama, saya ingin mengedukasi juara satu agar terus belajar dan tidak terlena, karena menjadi juara bukan berarti otomatis akan dibawa. Kedua, saya juga ingin memotivasi juara dua dan tiga untuk tetap semangat belajar, karena ada kemungkinan mereka bisa mengalahkan juara satu saat seleksi nanti,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, setelah pelaksanaan MTQ kabupaten, peserta yang dinilai potensial direkrut kembali secara personal untuk dievaluasi ulang. Evaluasi ini mencakup kemampuan membaca, pemahaman materi, retorika, hingga kekompakan dalam membentuk regu baru. Untuk cabang beregu seperti Syarhil Qur’an dan Fahmil Qur’an, seleksi juga dilakukan secara individu, tidak berdasarkan regu yang sudah terbentuk saat MTQ kabupaten.
“Di MTQ itu kita penjaringan, sedangkan untuk menentukan potensial itu perlu kita seleksi kembali, perlu didengar kembali secara khusus,” ujarnya.
Hadaini menambahkan, uji kemampuan tambahan ini penting agar peserta yang dikirim benar-benar siap bersaing di tingkat provinsi yang jauh lebih kompetitif. Ia menegaskan bahwa langkah ini bukan bentuk pengabaian terhadap hasil MTQ kabupaten, tetapi strategi peningkatan daya saing Aceh Utara di level provinsi. Keputusan akhir, menurutnya, diambil oleh tim teknis yang telah menilai secara profesional tanpa intervensi pihak mana pun.
Ia memahami bahwa kekecewaan dari peserta dan pembina adalah hal yang wajar, namun masyarakat diharapkan dapat melihat tujuan jangka panjang dari proses seleksi ini.
“Kita tidak bisa memuaskan semua pihak, tapi yang kita buat ini untuk Aceh Utara. Mohon dukungan dari semua pemerhati MTQ Aceh Utara. Mudah-mudahan, apapun perselisihan ini harus kita maklumi, karena memang tidak mungkin kita bawa tanpa ada seleksi,” ujarnya menutup penjelasan.