Aceh Utara — Krisis banjir yang terus meluas sejak 22 November 2025 akhirnya memaksa Pemerintah Kabupaten Aceh Utara mengakui bahwa mereka tidak lagi mampu mengatasinya. Skala kerusakan yang kian parah membuat Bupati Aceh Utara, Ismail A. Jalil, “lempar handuk” dan meminta bantuan Presiden untuk penanganan darurat bencana.
Permintaan resmi itu dituangkan dalam surat bernomor 400/1832/2025 yang dikirim kepada Presiden. Dalam dokumen yang ditandatangani pada 2 Desember 2025 tersebut, Bupati Ismail memaparkan bahwa dampak banjir tahun ini telah melampaui daya rusak bencana gempa dan tsunami Aceh 2004. Jika tragedi 2004 terutama meluluhlantakkan kawasan pesisir, banjir 2025 justru menghantam seluruh penjuru Aceh Utara dari pesisir hingga pedalaman.
Akses menuju lokasi terdampak juga hampir sepenuhnya terputus. Bupati menggambarkan bagaimana jalan-jalan berubah menjadi aliran deras penuh lumpur, kayu gelondongan, pepohonan besar, hingga tiang listrik tumbang. Kondisi tersebut menjadikan jalur darat mustahil dilalui oleh kendaraan apa pun, termasuk tim bantuan.
“Bencana alam banjir yang terjadi di Kabupaten Aceh Utara daya rusaknya melebihi bencana alam gempa dan tsunami Aceh yang terjadi pada tahun 2004, dimana kerusakannya hanya terjadi di daerah pesisir. Sedangkan bencana alam banjir yang terjadi pada tanggal 26 November 2025 daya rusaknya meliputi seluruh wilayah kabupaten Aceh Utara baik pesisir maupun pedalaman yang terdiri dari 27 kecamatan dan 852 Gampong/ Desa,“ ujarnya.
Melihat situasi di lapangan yang terus memburuk dan terbatasnya kapasitas daerah dalam merespons bencana, Pemkab Aceh Utara menyimpulkan bahwa penanganan lokal tidak lagi memadai.
“Kami menyatakan ketidakmampuan upaya penanganan darurat bencana dan memohon kepada Bapak Presiden agar kiranya membantu penanganan banjir di Kabupaten Aceh Utara.” tulisnya dalam kalimat penutup surat.
