Aceh Utara – Banjir yang melanda Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara, memaksa 19.943 warga mengungsi. Namun, hingga hampir satu bulan bencana berlangsung, jumlah tenda pengungsian yang tersedia masih sangat terbatas. Data di lapangan mencatat, tenda bantuan dari Dinas Sosial yang telah terpasang baru 16 unit, jauh dari cukup untuk menampung hampir 20 ribu jiwa.
Kesenjangan antara jumlah pengungsi dan ketersediaan tenda terlihat jelas di berbagai titik pengungsian. Warga bertahan di tenda darurat dari terpal, plastik, dan bahan seadanya. Sebagian tenda berdiri berkat swadaya masyarakat dan inisiatif relawan, bukan dari bantuan resmi pemerintah.
Camat Langkahan, Reza, Kamis (18/12/2025), mengatakan tenda yang sudah disalurkan terdiri atas lima unit tenda pleton dan 11 unit tenda keluarga. Penyaluran dilakukan secara bertahap sejak 6 Desember 2025.
Tenda pleton dipasang di empat gampong, yakni Gampong Rumoh Rayeuk (1 unit), Geudumbak (2 unit), Tanjung Dalam (1 unit), dan Langkahan (1 unit). Selanjutnya, lima unit tenda keluarga dipasang di Gampong Rumoh Rayeuk pada 15 Desember. Dua hari kemudian, enam unit tenda keluarga kembali dipasang di Gampong Buket Linteung.
Reza mengakui jumlah tenda belum sebanding dengan besarnya jumlah pengungsi. “Kita kekurangan tenda dengan jumlah pengungsi yang begitu banyak. Insya Allah saya akan bekerja di luar batas kemampuan. Kalau ada tenda, kita terus dorong ke Langkahan,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah kecamatan masih berupaya menutup kekurangan tersebut. Pada hari ini, pihaknya kembali menjemput tambahan bantuan berupa 39 unit tenda keluarga dan tiga unit tenda pleton untuk segera disalurkan ke wilayah terdampak.
Data kecamatan menunjukkan, dari 23 gampong di Langkahan, hanya satu gampong yang tidak terdampak banjir. Artinya, hampir seluruh wilayah kecamatan berada dalam kondisi darurat, dengan kebutuhan hunian sementara yang menyebar dan mendesak.
Ketimpangan ini memperlihatkan persoalan klasik dalam penanganan bencana, banjir datang serentak, sementara distribusi logistik bergerak bertahap. Di sisi lain, warga membutuhkan perlindungan segera dari hujan, angin, dan ancaman penyakit di pengungsian.
Situasi di Langkahan menegaskan bahwa respons bencana bukan hanya soal kecepatan, tetapi juga kecukupan. Ketika puluhan ribu warga kehilangan rumah, belasan tenda hanya mampu menjadi penyangga darurat yang rapuh.
